Termakan Omongan

Monday, November 25, 2019


Jalan Asia Afrika
''Bandung itu kotor'', kataku setelah berkeliling Cibadak. Tapi salah, aku terpukul telak ketika kaki ini hendak beranjak.

Untukku yang sekadar berkunjung, hari-hari berikutnya bisa dibuat jatuh cinta. Bandung terlalu kelewat nyaman, makanan yang enak, udara sejuk, keliling kota tanpa AC di mobil, senyuman yang ramah.

Setelah 4 hari, rebahan sambil berharap, 'sore, jangan kau datang terlalu cepat'. Aku belum ingin pulang.

Aku belum sempat menikmati karya-karya di Dago, rindangnya Tahura di Dago Pakar, menyusuri urat nadi Bandung, merasakan udara Ciwidey, atau sekedar menikmati cuanki di kawasan Asia Afrika.

Aku terlalu cepat menyimpulkan, padahal baru singgah sehari. Terlalu mengisi pikiran dengan hal yang tak baik. Lupa hal baiknya. Lupa kalau bahagia itu bukan dicari, tapi diciptakan.


“Dan Bandung, bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi.

Mungkin, Bandung diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum, mungkin.

Mungkin saja ada tempat yang lainnya, ketika ku berada di sana, akan tetapi perasaanku sepenuhnya ada di Bandung, yang bersamaku ketika rindu. Yang bersamaku ketika rindu” || Pidi Baiq.

'Bagaimana bisa Pidi Baiq bisa tau', gerutuku.

Cibadak

Lembang

Cikidang
Lembang




Sedikit ingat,

'Teteh sudah makan?'

'Teh, teteh.. Ini ditaruh mana Teh'. Aa pelayan warung nasi SPG kebingungan dimana akan meletakkan minuman.

Setelah beberapa memanggil, masih dalam diam, aku berhenti mencuci tanganku. Menoleh.

'Oh iya ya... Aku kan teteh' hatiku tertawa. Dasar mbak-mbak Jawa!


Bandung, 23 Nopember 2019.

You Might Also Like

0 comments